TIMES SAMPANG, TASIKMALAYA – Anak-anak disabilitas atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Kota Tasikmalaya masih menghadapi berbagai hambatan serius dalam proses pendidikan dan pengembangan potensi diri mereka.
Padahal, tak sedikit di antara mereka memiliki kemampuan luar biasa yang patut didukung. Salah satu persoalan mendasar yang mengemuka adalah masih rendahnya dukungan dari orang tua serta belum maksimalnya perhatian dari pemerintah.
Hal tersebut ditegaskan Ketua Pengurus Daerah (PD) Aisiyah Kota Tasikmalaya, Sunanih, M.Pd., dalam acara bertema “Peranan Orang Tua dalam Peningkatan Softskill ABK” yang digelar Jumat (20/6/2025).
Seorang ABK saat mengikuti bimbingan minat bakat pada kegiatan Peningkatan Softskill ABK di salah satu SLB di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jumat (20/6/2025) (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Menurutnya, kehadiran Aisiyah menjadi bagian dari upaya mendobrak hambatan-hambatan yang menghalangi anak disabilitas berkembang optimal.
“Nah ini menjadi pekerjaan rumah bagi Aisiyah. Aisiyah di sini hadir mendorong orang tua untuk support dan percaya bahwa anak-anaknya itu memiliki kemampuan,” tegas Sunanih Jumat (20/6/2025).
Sunanih memaparkan bahwa permasalahan yang dihadapi orang tua ABK sangat kompleks. Tidak hanya terkait keterbatasan informasi, tetapi juga meliputi beban ekonomi, stigma sosial, hingga keterbatasan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Sunanih menyebut kurangnya Informasi dan Pengetahuan dari orang tua dalam memahami kondisi anak masih minim seperti informasi mengenai bagaimana cara mendidik, mendampingi, hingga mengakses layanan yang sesuai menjadi kendala utama. Ketidaktahuan ini sering membuat potensi anak tidak terasah dengan baik.
"Kemudian juga stigma Sosial dan Diskriminasi, ABK dan keluarganya kerap menghadapi pandangan negatif dari lingkungan sosial. Stigma bahwa anak disabilitas tidak mampu atau “beban” masih menjadi momok yang melemahkan semangat keluarga dalam memperjuangkan pendidikan anak."terang Sunanih.
Lebih jauh lagi biaya untuk pendidikan khusus, terapi, alat bantu, hingga perawatan rutin sering kali tak terjangkau bagi banyak keluarga, dan ini menjadi beban penghalang utama dalam memberikan pendidikan dan layanan terbaik untuk anak.
"Kita (Aisiyah) hadir untuk membangun komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah atau guru sering kali belum terjalin baik dimana orang tua merasa kesulitan mengutarakan kebutuhan anaknya atau bahkan tidak mengetahui hak-hak pendidikan anak disabilitas."tandasnya.
Meski demikian, Sunanih menekankan bahwa orang tua tetap menjadi kunci utama dalam proses pengembangan ABK. Mereka bukan hanya pelengkap, tetapi tokoh utama dalam pendidikan anak-anak disabilitas.
“Orang tua itu harus berperan sebagai pendidik dan memiliki peran penting dalam memberikan pendidikan dasar, mengajarkan keterampilan hidup, dan mendukung perkembangan ABK di rumah. Selain itu juga sebagai pembela hak-hak anak agar mendapatkan pendidikan dan layanan yang dibutuhkan,” ujarnya.
Kurangnya Keberpihakan Pemerintah Disorot
Sementara itu, Aris Rahman, M.Pd., pegiat sosial dari Paguyuban Pegiat Disabilitas Tasikmalaya (Papeditas) yang hadirvdalam kegiatan tersebut keoada TIMES Indonesia menyoroti kurangnya keberpihakan dari pemerintah Kota Tasikmalaya terhadap penanganan anak disabilitas.
“Keberpihakan pemerintah Kota Tasikmalaya terhadap anak berkebutuhan khusus dinilai masih belum maksimal. Ini bisa dilihat dari lambatnya penanganan baik di sektor kesehatan maupun perlindungan hukum,” ungkap Aris.
Ia berharap agar pemerintah lebih responsif dan menyusun kebijakan yang konkret dalam mempercepat layanan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan hukum bagi anak-anak disabilitas. Menurutnya, perlindungan bagi ABK bukan hanya soal pendidikan, tetapi juga hak hidup yang layak dan berkeadilan.
Dengan populasi anak berkebutuhan khusus yang cukup signifikan di Kota Tasikmalaya, penting untuk melihat isu ini sebagai prioritas pembangunan manusia. Banyak ABK yang sejatinya memiliki potensi luar biasa di bidang seni, musik, matematika, bahkan teknologi, tetapi tidak mendapatkan ruang dan kesempatan karena berbagai hambatan yang ada.
"Mari kita mendorong peran serta orang tua, memperbaiki kebijakan pemerintah, menghapus stigma masyarakat, dan menyediakan akses yang merata terhadap pendidikan inklusif menjadi kunci penting dalam mewujudkan Tasikmalaya yang ramah disabilitas."pungkas Aris. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pendidikan dan Dunia Kerja ABK di Kota Tasikmalaya Butuh Peran Maksimal Orang Tua
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Ronny Wicaksono |