TIMES SAMPANG, JAKARTA – Persepsi kecantikan dan ketampanan ternyata jauh lebih kompleks dibandingkan sekadar soal keturunan. Berbagai penelitian ilmiah menunjukkan bahwa daya tarik fisik ditentukan oleh gabungan antara faktor genetik, simetri wajah, kesehatan, psikologi hingga budaya.
Salah satu indikator utama yang diidentifikasi para ilmuwan adalah simetri wajah. Menurut studi dari University of New Mexico, wajah yang lebih simetris dikaitkan dengan kesehatan genetik yang lebih baik.
"Simetri menunjukkan keberhasilan perkembangan individu tanpa gangguan lingkungan atau penyakit," jelas Prof. Randy Thornhill dalam jurnal Human Nature (1994).
Tak hanya itu, proporsi wajah sesuai rasio emas (Golden Ratio) juga berpengaruh dalam persepsi kecantikan.
Penelitian yang diterbitkan di Journal of Craniofacial Surgery (2016) oleh Dr. Pamela Pallett menunjukkan bahwa wajah dengan proporsi mendekati 1:1.618 sering dianggap lebih menarik secara universal.
Faktor Hormonal dan Fisik
Kondisi kulit pun turut berperan. Peneliti dari University of St Andrews, Skotlandia, menemukan bahwa kulit yang cerah, merata, dan sehat merupakan penanda kesehatan yang memperkuat daya tarik.
"Warna kulit yang merata diasosiasikan dengan kesehatan baik dan daya tahan tubuh," kata Dr. Ian Stephen dalam publikasi di Evolution and Human Behavior (2009).
Dalam aspek hormonal, testosteron dan estrogen membentuk ciri-ciri maskulin dan feminin yang menjadi daya tarik tersendiri.
Penelitian yang dipublikasikan di Proceedings of the Royal Society (2010) oleh Dr. Lynda Boothroyd menunjukkan bahwa kadar testosteron yang tinggi pada pria berkorelasi dengan rahang lebih tegas, sementara estrogen tinggi pada wanita memunculkan fitur wajah lembut dan feminin.
Sementara itu, faktor psikologis seperti kepercayaan diri dan ekspresi emosional juga memainkan peran penting. Studi oleh University of British Columbia (2010) menemukan bahwa pria yang tersenyum kurang dinilai tampan dibandingkan pria dengan ekspresi percaya diri atau dominan (Emotion Journal).
Pengaruh Kultural
Tak ketinggalan, faktor budaya sangat mempengaruhi standar kecantikan di berbagai wilayah.
Di Asia Timur, kulit cerah masih menjadi standar ideal, sedangkan di Barat, kulit eksotis cenderung lebih dihargai. Hal ini dibuktikan dalam studi lintas budaya oleh David Perrett, psikolog dari University of St Andrews, dalam bukunya In Your Face: The New Science of Human Attraction (2010).
Para pakar juga menekankan bahwa gaya hidup sehat memiliki dampak jangka panjang pada penampilan. Pola makan bergizi, olahraga, tidur cukup, dan menjauhi kebiasaan buruk seperti merokok bisa memperlambat penuaan dan menjaga kondisi fisik optimal.
Dengan berbagai temuan tersebut, sains mengonfirmasi bahwa kecantikan dan ketampanan adalah hasil sinergi antara biologi, kesehatan, psikologi, dan budaya, bukan semata-mata faktor bawaan.
Namun meskipun sains telah memetakan berbagai faktor fisik yang mempengaruhi ketampanan dan kecantikan, pada akhirnya daya tarik seseorang tidak hanya diukur dari rupa.
Perbuatan baik, kepribadian yang tulus, serta kecantikan batin atau inner beauty tetap menjadi nilai utama yang menentukan bagaimana seseorang dihargai dan dikenang dalam kehidupan sosial. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Bukan Hanya Genetik, Inilah Rahasia Kecantikan dan Ketampanan Menurut Sains
Pewarta | : Mutakim |
Editor | : Ronny Wicaksono |